Titisan air jernih, tiba-tiba mengalir, melintasi kelopak matanya yang tampak sembab itu. Tasik air mata yang bergenang sejak tadi lagi, kini sudah mula melimpah, mencurahkan runtunan perasaan yang selama ini ditahannya. Perasaan berdosa yang setiap saat menghantui dirinya. Berdosa pada Tuhan yang menciptanya. Berdosa pada jasad yang tidak mengerti apa-apa.
Pandangannya dilemparkan jauh , meneliti pada pepohon sakura yang mekar, tersusun indah, menghiasi jalan utama di kota kecil itu. Jendela georgian house dilungsurkan sedikit ke atas, berasak bayu dingin masuk mengisi ruangan bilik yang panas itu. Hatinya tersentuh pada warna ungu lembut sakura yang menghiasi pandangan pancainderanya.
Dia termenung panjang, mengenangkan nasib hidup yang berliku. Hidup yang dianugerahkan kepadanya adalah kehidupan yang nyata. Bukanlah satu percubaan apatah lagi sebuah lakonan.Namun hidup itu adalah satu perjuangan. Perjuangan yang bakal membawanya menghadapi Tuhan. Pada hari yang dijanjikan.
Dia terus membiarkan nostalgia kisah kehidupannya menari-nari di fikiran. Sesekali , tangannya mengesat titisan air mata yang semakin laju jatuh berguguran. Nostalgia itu benar-benar membangkitkan sebuah penyesalan; dirinya terlalu hina dipalit dosa silam; apatah lagi mengenangkan dirinya yang semakin jauh dari Tuhan.
Sampai bilakah aku harus menangis meratapi kekesalan? Hatinya berhujah tegas. Ya, hatinya kini yakin, dia perlu berubah demi menagih keberkatan. Keberkatan yang hanya bakal hadir dari ehsan Tuhan. Tuhan yang menciptakan segala kejadian.
Sejadah biru laut dihamparkannya di lantai. Dia lalu tekad menyembah Tuhan, seikhlas mungkin mendambakan sejuta keampunan. Keampunan dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penerima taubat setiap insan.
Pandangannya dilemparkan jauh , meneliti pada pepohon sakura yang mekar, tersusun indah, menghiasi jalan utama di kota kecil itu. Jendela georgian house dilungsurkan sedikit ke atas, berasak bayu dingin masuk mengisi ruangan bilik yang panas itu. Hatinya tersentuh pada warna ungu lembut sakura yang menghiasi pandangan pancainderanya.
Dia termenung panjang, mengenangkan nasib hidup yang berliku. Hidup yang dianugerahkan kepadanya adalah kehidupan yang nyata. Bukanlah satu percubaan apatah lagi sebuah lakonan.Namun hidup itu adalah satu perjuangan. Perjuangan yang bakal membawanya menghadapi Tuhan. Pada hari yang dijanjikan.
Dia terus membiarkan nostalgia kisah kehidupannya menari-nari di fikiran. Sesekali , tangannya mengesat titisan air mata yang semakin laju jatuh berguguran. Nostalgia itu benar-benar membangkitkan sebuah penyesalan; dirinya terlalu hina dipalit dosa silam; apatah lagi mengenangkan dirinya yang semakin jauh dari Tuhan.
Sampai bilakah aku harus menangis meratapi kekesalan? Hatinya berhujah tegas. Ya, hatinya kini yakin, dia perlu berubah demi menagih keberkatan. Keberkatan yang hanya bakal hadir dari ehsan Tuhan. Tuhan yang menciptakan segala kejadian.
Sejadah biru laut dihamparkannya di lantai. Dia lalu tekad menyembah Tuhan, seikhlas mungkin mendambakan sejuta keampunan. Keampunan dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penerima taubat setiap insan.
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53)
No comments:
Post a Comment